Allah
berfirman :
لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا
تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللّهَ بِهِ عَلِيمٌ“
Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya “ ( Al Baqarah :93 )
Banyak
pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas, diantaranya adalah :
( 1 ) TEORI
KEKEKALAN ENERGI
Pada ayat di
atas, Allah swt meletakkan suatu kaidah yang sangat penting sekali di dalam
kehidupan manusia. Kaidah tersebut adalah “ bahwa manusia ini tidak akan
mendapatkan kebahagian dan keberhasilan di dalam kehidupannya baik sewaktu di
dunia ini maupun di akherat nanti, kecuali jika ia mau mengorbankan apa yang
dicintainya demi kehidupan manusia itu sendiri. “
Hal itu
sangat terlihat jelas pada ayat di atas. Kita dapatkan di dalamnya, bahwa Allah
swt memberikan syarat bagi setiap manusia yang ingin mendapatkan kebaikan -dan
tentunya keberhasilan – untuk terlebih dahulu memberikan kepada orang lain
sesuatu yang dicintainya, yang kemudian kita kenal dengan istilah infak dan
sedekah. Infak dan sedekah ini benar-benar mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan atau bahkan sangat dahsyat di dalam kehidupan manusia ini. Tidak ada
seorang-pun di dunia yang berhasil dalam bidang apapun juga, kecuali dia telah
mengorbankan apa yang dicintainya demi mencapai sebuah cita-cita yang
diidam-idamkannya. Teori atau kaidah yang diletakkan Allah tersebut, pada
akhir-akhir ini ternyata mendapatkan sambutan yang begitu hebat dari kalangan
para pakar psikologi dan orang-orang yang bergelut di dalam management dan
pengolahan SDM ( Sumber Daya Manusia ) . Mereka menyebut kaidah ini dengan «
Teori Kekekalan Energi « . Mereka percaya bahwa energi atau amal perbuatan baik
yang dikerjakan manusia tidak hilang dari alam ini, akan tetapi berubah bentuk [1].
Lihat
umpamanya apa yang dinyatakan oleh John F. Kennedy ( 1961 ) : “ Apabila suatu
masyarakat-bebas tidak dapat membantu banyak orang yang miskin, masyarakat
tersebut akan gagal menyelamatkan sedikit orang kaya “ [2]
Perkembangan
tersebut semakin membuktikan akan kebenaran Al Qur’an ini dan bahwa Al Qur’an
ini adalah solusi alternatif di dalam mengentas problematika-problematika
kehidupan manusia.
( 2 ) ANTARA
IMSAK DAN INFAK
Berkata
Hasan Basri : “ Sesungguhnya kalian tidak akan bisa meraih apa yang anda
inginkan kecuali kalau kalian mampu meninggalkan sesuatu yang menyenangkan ,
dan kalian tidak akan mendapatkan apa yang kalian cita-citakan kecuali dengan
bersabar dengan sesuatu yang kaliantidak senangi “ [3]
Perkataan
Hasan Basri di atas telah memberikan isyarat bagi kita tentang tata cara
menapak tangga-tangga prestasi. Beliau memberikan dua jalan untuk mencapai
sebuah prestasi yaitu dengan : Imsak ( Menahan Diri dari hal-hal yang
melalaikan ) dan Infak ( Mengorbankan/ menginfakkan apa yang dicintainya
) .
Untuk Infak
telah disebutkan pada ayat 9 dari Surat Ali Imran di atas. Adapun Imsak disebutkan
Allah pada ayat lain, yaitu dalam surat Al Nazi’at, ayat : 37- 41 : « Adapun
orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia maka
sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut
kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka
sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya ( Al Nazi’at, ayat : 37- 41 «)
( 3 ) SYAREAT BANI ISRAIL DAN SYAREAT ISLAM
Dari sisi
pembinaan yang tersirat dari ayat di atas adalah : seseorang hendaknya
membiasakan diri untuk meninggalkan sesuatu yang ia cintai, sekaligus untuk
memberikannya kepada yang lebih membutuhkan. Selain bermanfaat bagi dirinya
sendiri, karena jiwanya menjadi bersih, begitu juga bermanfaat bagi masyarakat
sekitarnya. Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi pada umat Bani Israel, jika
mereka diperintahkan untuk meninggalkan sesuatu yang mereka cintai, mereka
hanya meninggalkannya begitu saja, tanpa diiringi perintah untuk memberikannya
kepada orang lain. Dari sini, bisa diketahui betapa lengkap dan mulianya ajaran
Islam yang kita yakini ini. [4].
(3 ) ARTI “ AL BIRR ‘ PADA AYAT DI ATAS
Diantara
arti « Al Birr « yang disebutkan para ulama adalah :
- Pahala dari Allah swt .
- Syurga . [5
- Amal Sholeh , dalam suatu hadits disebutkan : «
Hendaklah kalian berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membawa kalian
kepada ( Al Birr ) - yaitu amal sholeh - Sedangkan Al Birr ( amal
sholeh ) tersebut akan mengantarkan kalian kepada syurga . «
- Ketaqwaan dan Ketaatan . [6]
- Tingkatan amal sholeh yang paling tinggi [7]
- Diantara para ulama ada yang membedakan antara ( Al
Birr) dengan ( Al Khoir ) , kalau Al Birri adalah segala
sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi orang lain , sedangkan Al Khoir
adalah seluruh kebaikan. [8]
Dari situ
bisa diambil kesimpulan bahwa « Al Birr « segala sesuatu yang mengantarkan
seseorang kepada kebaikan dan syurga. Dengan demikian ayat tersebut bisa
diartikan : « Bahwa kalian semua tidak akan mendapatkan ketenangan, ketentraman
,kebaikan, kebahagian di dunia dan akherat kecuali dengan menginfakkan apa yang
kalian cintai di jalan Allah swt.
( 4 )
SEDEKAH MELIPUTI SELURUH AMAL SHOLEH
Ibnu Umar ra
berpendapat bahwa sedekah / infak pada ayat di atas mencakup sedekah/ infaq
wajib dan sedekah tathowu’ ( yang tidak wajib ) .
Tetapi,
menurut hemat saya, infak atau sedekah di atas mencakup seluruh amal sholeh
yang bermanfaat bagi orang lain, seperti membantu orang yang kesusahan, dl, .
Pendapat ini dikuatkan dengan apa yang disebutkan Ibnu Al Arabi di dalam Ahkam
Al Qur’an ‘ bahwa sedekah di atas meliputi seluruh amal perbuatan baik ,
kemudian beliau mengatakan : « Inilah pendapat yang benar, karena ayat di atas
bersifat umum « [9]
Pendapat ini
dikuatkan juga dengan sebuah hadist bahwasanya Rosulullah saw bersabda : « Setiap
perbuatan baik yang bermanfaat bagi orang lain adalah sedekah « . [10]
Diantara
contoh- contoh sedekah yang berupa amal sholeh yang bermanfaat bagi orang lain
adalah sebagai berikut :
- Bertasbih , bertakbir , bertahmid dan bertahlil –
Para ulama menyebutkan bahwa amalan di atas disebut sedekah karena pahala
orang yang mengerjakannya sebagaimana pahala orang yang bersedekah, atau
karena amalan tersebut membuatnya bersedkah pada dirinya sendiri. [11]
- Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar – Setiap kali
seseorang berbuat Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar ,maka dihitung satu
sedekah. Amalan ini jauh lebih mulia dan lebih utama , serta pahalanya
lebih banyak dibanding dengan amalan yang pertama, karena yang pertama (
tasbih dst ) hukumnya sunnah sedangkan yang kedua ( amar ma’ruf dst )
hukumnya fardhu kifayah dan kadang berubah menjadi fardhu ‘ain.
Sebagaimana telah diketahui bahwa pahala amalan wajib jauh lebih besar
dibanding dengan pahala amalan yang sunnah. Bahkan Imam Haramain , salah
seorang ulama besar dari kalangan Madzhab Syafi’i mengatakan : « Pahala
amalan wajib lebih utama sebanyak tujuh puluh ( 70 ) derajat diatas amalan
sunnah«.[12] Beliau merujuk
pada hadist Qudsi bahwasanya Allah swt berfirman : « Tidak ada dari
amalan hamba-Ku yang lebih Aku cintai dari pada amalan yang Aku wajibkan
kepada-nya « [13]Selain itu Amar
Ma’ruf Nahi mungkar manfaatnya bisa dirasakan orang banyak sedangkan
tasbih dan tahmid manfaatnya hanya dirasakan dirinya sendiri.
- Menyalurkan Syahwatnya pada tempat yang halal. –
Para ulama menyebutkan bahwa hal-hal yang mubah bisa berubah menjadi
sebuah ibadah dan ketaatan hanya dengan niat yang baik. Jika seseorang
menyalurkan syahwatnya pada tempat yang halal dan berniat
melaksanakanperintah Allah untuk menggauliistrinya dengan baik, atau
mengharap anak yang sholeh, atau untuk menjaga dirinya dan istrinya dari
perbuatan haram, maka terhitung ibadah yang mendapatkan pahala dari Allah
swt. [14]
- Beristighfar
- Menyingkirkan batu atau duri atau hal-hal lain
yang membahayakan orang lain dari jalan.
- Membantu orang yang kesusahan.
- Tidak mengerjakan maksiat atau kejahatan.
- Membantu orang lain mengangkat barang ke atas
kuda atau mobil.
- Berbicara baik dan sopan.
- Berjalan menuju masjid . [15]
( 5 ) SIKAP
PARA SAHABAT DAN ORANG-ORANG SHOLEH TERHADAP AYAT DI ATAS
Para sahabat
dan orang-orang sholeh menafsirkan ayat di atas secara dhohir-nya ( apa
adanya ) kemudian mengamalkannya.[16] Berikut ini beberapa contoh dari sikap tersebut :
1/ Abu
Tolhah.
Menurut Anas
bin Malik ra bahwa Abu Tolhah ra adalah orang Anshor yang paling banyak memilki
pohon kurma di Madinah. Harta yang paling ia sukai adalah perkebunan “ Bairuha’
“ [17] yang letaknya di
depan Masjid Nabawi. Nabi Muhammad saw sering masuk ke dalamnya sambil minum
air yang terdapat di dalamnya.
Ketika ayat
di atas turun, Abu Tolhah datang kepada Rosulullah saw seraya berkata : “
Sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah perkebunan “ Bairuha’ “
ini , dan saya sedekahkan untuk Allah, saya mengharapkan kebaikannya di sisi
Allah, maka silahkan wahai Rosulllah engkau letakkan pada tempat yang engkau
pandang sesuai. Berkata Rosulullah saw : “ Bakhin-bakhin[18] (
Bagus-bagus ) … inilah harta yang membawa keuntungan, inilah harta yang membawa
keuntungan, dan saya telah mendengarnya, sebaiknya engkau berikan kepada
saudara-saudara kamu “ .
Berkata Abu
Tolhah : Akan saya laksanakan hal itu wahai Rosulullah saw . Kemudian Abu
Tolhah membagikan taman tersebut kepada pra sanak saudanya. “[19]
2/ Zaid bin
Haritsah.
Pada suatu
hari, Zaid bin Haritsah ra datang kepada Rosulullah dengan kuda perangnya yang
bernama “ sabal “ ( kuda ini adalah harta yang paling dicintai-nya ) .
Zaid berkata
: Wahai Rosulullah saw, sedekah-kanlah kuda ini . Tetapi secara tidak disangka
Rosulullah saw memberikan kuda tersebut kepada anak-nya ( Zaid ) sendiri yaitu
Usmah bin Zaid. Melihat hal tersebut, Zaid bertanya : “ Wahai Rosulullah saw,
maksud saya, agar kuda tersebut disedekahkan . “ Bersabda Rosulullah saw : “
Sedekah kamu telah diterima ( oleh Allah swt “ [20]
3/ Abdullah
bin Umar
Berkata
Abdullah bin Umar : “ Ketika saya teringat ayat ini, saya berpikir tentang
harta yang paling saya cintai dan ternyata saya dapatkan bahwa tidak ada yang
paling saya cintai dari seorang budak wanita Romawi, kemudian segera saya
bebaskan demi mencari ridha Allah, seandainya aku ambil lagi sesuatu yang telah
saya infakkan di jalan Allah,tentunya budak tersebut akan aku nikahi. “ [21]
(6 ) SEDEKAH
YANG PALING UTAMA
Sedekah yang
paling utama adalah menginfakkan harta yang paling dicintainya di jalan Allah,
sebagaimana yang dikerjakan oleh para sahabat di atas.
Berkata ‘Atho’
( seorang ulama tabi’in ) : “ Kalian tidak akan mendapatkan kemulian Islam dan
Taqwa sehingga kalian bersedekah dalam keadaan sehat , ingin hidup secara baik
dan takut tertimpa kemiskinan “ [22]
Perkataan
Atho’ diatas menunjukkan bahwa fitrah manusia mencintai hal-hal yang membuatnya
enak
( 7) HUKUM
ORANG MISKIN YANG TIDAK PERNAH BERINFAK
Timbul sebuah
pertanyaan : Bagaimana nasib orang miskin yang tidak mampu berinfak , apakah
dia tidak akan menjadi orang baik selama-lamanya menurut ayat ini ? Di sana ada
beberapa jawaban :
1/ Ayat di
atas bermaksud untuk mendorong seseorang agar berbuat baik dan itupun menurut
kemampuannya masing-masing ,karena Allah tidak akan membebani seseorang kecuali
menurut kemampuannya.
2/Ataupun
arti ayat di atas bahwa seseorang tidak akan mendapatkan kebaikan secara lebih
sempurna kecuali kalau dia meng-infakkan apa yang dimilikinya. [23] Oleh karena itu, seorang yang miskin atau fakir tidak
akan mendapatkan kebaikan yang sempurna tersebut sehingga dia menginfakkan apa
yang ia cintai. Bukankah sedekah yang paling utama adalah sedekahnya orang yang
hidupnya kekurangan ? [24]
3/ Ataupun
artinya bahwa infak yang baik adalah infak terhadap apa yang ia cintai. [25]
( 8 )
PERBANDINGAN ANTARA ORANG YANG MISKIN SABAR DENGAN ORANG KAYA YANG BERSYUKUR
Para ulama
berselisih pendapat tentang masalah ini. Akan tetapi jika dibandingkan antara
seorang miskin yang taat dengan orang kaya yang maksiat tentunya, orang miskin
terssebut jauh lebih utama, sebaliknya pula antara orang kaya yang taat dengan
orang miskin yang senang dengan dunia,tentaunya orang kaya tersebut jauh lebih
utama.
Jika
kedua-duanya sama-sama taat kepada Allah swt, maka manakah yang lebih mulia.
Untuk menjawabnya, kita harus terlebih dahulu mengetahui standar keutamaan
antara keduanya.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa manusia diciptakan di dunia ini untuk beribadah kepada Allah
swt. Di dalam beribadah ini banyak segala gangguan dan halangannya, diantara
gangguan yang paling menyolok adalah terikatnya hati dengan dunia dengan segala
kesenangannya. Begitu juga kemiskinan bukanlah tujuan utama, hanya karena
gangguan dan halangan menuju Allah jauh lebih kecil jika dibanding dengan orang
yang memiliki dunia. [26]
( 9 ) HUKUM
SEDEKAH KEPADA SANAK KELUARGA
Sedekah
dibagi menjadi dua : sedekah tathowu’ ( yang tidak wajib ) dan sedekah
wajib . Untuk sedekah tathowu’, para ulama menyimpulkan dari kisah Abu Tolhah
dan Zaid bin Haritsah di atas, bahwa seseorang dibolehkan, bahkan dianjurkan
untuk bersedekah kepada sanak saudara yang membutuhkan[27]. Sedekah kepada
sanak saudara ini , paling tidak mempunyai dua keistimawaan :
1/ Sedekah
tersebut bisa menguatkan jalinan silaturahmi diantara keluarga. Karena manusia
akan merasa senang jika ada seseorang yang membantunya untuk di dalam memnuhi
kebutuhannya, apalagi yang membantu tersebut adalah dkeluarga dekatnya. Dia
akan merasa bangga mempunyai keluarga yang mau memperhatikan satu dengan yang
lainnya. Jelas hal ini akan menguatkan hubungan antar keluarga.
2/ Begitu
juga, perasaan orang yang menginfakkan akan lebih tenang dan merasa senang,
karena dia mampu membantu saudaranya yang membutuhkan. Dia juga merasa tenang
karena sedekahnya telah diterima oleh orang yang berhak menerimanya. Di dalam
sebuah hadits disebutkan bahwa dua wanita yaitu Zainab istri Abdullah bin
Mas’ud dan Zainab istri Abu Mas’ud bertanya kepada Rosulullah saw tentang
sedekah kepada suami dan anak . Rosulullah saw bersabda : “ Keduanya
mempunyai dua pahala ; pahala menjalin silatrahmi, dan pahala sedekah “ [28]
Adapun
sedekah wajib, para ulama telah sepakat bahwa hal itu tidak boleh diberikan
kepada orang yang menjadi tanggungannya, seperti anak dan istri.
Kenapa tidak
boleh ? Banyak alasannya, diantaranya adalah : 1/ Dengan mengambil sedekah
wajib dari orang yang menanggungnya , mereka ( anak dan istri ) menjadi orang
yang berkecukupan, dengan demikian, tidaklah perlu mereka diberi nafakah lagi .
2/ Mereka (
anak dan istri ) sudah cukup dengan nafakah yang diberikan suami atau orang tua
mereka, sehingga tidak berhak lagi mendapatkan harta sedekah, karena harta
sedekah ( wajib ) hanya diberikan kepada orag-orang yang membutuhkan. [29]
Jika ada
pertanyaan : bagaimana hukum seorang istri memberikan sedekah wajib kepada
suami dan anak ?
Jawabannya :
bahwa para ulama dalam hal ini masih berselisih pendapat , akan tetapi pendapat
yang lebih mendekati kebenaran bahwa hal itu dibolehkan, karena seorang istri
tidak berkewajiban memberikan nafkah kepada suami dan anaknya [30] , selain itu
dikuatkan juga dengan hadits Zaenab istri Abdullah bin Mas’ud di atas.
Dari situ
juga bisa diambil kesimpulan bahwa seorang istri jika ingin meninfakkan
hartanya tidak perlu ijin kepada suaminya, karena hartanya merupakan haknya
pribadi. [31]
Hadist di
atas juga menunjukkan bahwa seseorang sebelum bersedekah dianjurkan untuk
meminta pendapat para ulama dan tokoh masyarakat tentang bagaimana menaruh
sedekah dan yang terkait dengannya. [32]
(10 )
BERINFAK SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI
Secara umum,
bersedekah secara sembunyi-sembunyi jauh lebih utama jika dibanding dengan
sedekah secara terang-terangan, kecuali jika disana ada maslahat yang menuntut
seseorang untuk memperlihatkan sedekahnya kepada orang lain, seperti memberikan
contoh yang baik kepada masyarakat dan lain-lainnya. Karena sedekah secara
sembunyi-sembunyi lebih dekat kepada keikhlasan .
Pada akhir
ayat 92 surat Ali Imran di atas , secara tidak langsung Allah menganjurkan
seseorang untuk mengikhlaskan niatnya ketika bersedekah. Allah berfirman : “ Dan
apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya “ yaitu
walaupun manusia tidak mengetahui bahwa kalian telah bersedekah, akan tetapi
Allah mengetahuinya, maka jangan cemas, niscaya Allah akan membalas apa yang
telah kalian sedekahkan .
Sebagian
ulama menjelaskan bahwa jika itu sedekah wajib, sebaiknya dinampakkan, untuk
menghindari tuduhan jelek. Tetapi jika itu adalah sedekah tathowu’ ( tidak
wajib ) , maka sebaiknya diberikan secara sembunyi- sembunyi.
Berkata Ibnu
Abbas : “ Allah menjadikan pahala sedekah tathowu’ ( yang tidak wajib )
yang diberikan secara sembunyi-sembunyi sebanyak 70 kali lipat , dan menjadikan
pahala sedekah wajib yang diberikan secara terang-terangan sebanyak 25 kali
lipat dibandingyangdiberikan secar sembunyi-sembunyi. Begitu juga halnya dengan
seluruh ibadat wajib dan yang tidak wajib . “ [33]
( 11 )
SEDEKAH MAMPU MENGOBATI BERBAGAI PENYAKIT
Diantara
faedah dari sedekah adalah menyembuhkan penyakit, sebagaimana yang disebutkan
di dalam hadits, bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
داووا مرضاكم
بالصدقة
“ Obatilah
orang –orang yang sakit dari kalian dengan memberikan sedekah “ [34]
Penyakit yang
dimaksud di dalam hadist tersebut adalah penyakit badan, akan tetapi tidak
menutup kemungkinan hadist tersebut mencakup penyakit badan dan penyakit hati.
Karena seseorang yang selalu bersedekah dengan harta yang dicintainya, hatinya
akan menjadi bersih dan tenang. Banyak bukti di dalam kehidupan disekitar kita
yang menunjukkan kebenaran hadist di atas :
1/
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mubarak bahwa seseorang mengadu kepadanya
tentang penyakit yang ia rasakan di kedua lutut kakinya, sudah tujuh tahun dia
berobat ke dokter-dokter, akan tetapi tidak ada perubahan. Abdullah bin Mubarak
berkata kepadanya : “ Pergilah dan buatlah sebuah sumur, karena masyarakat
sangat membutuhkannya, dan saya berharap sumur trsebut banyak airnya dan
penyakit anda bisa sembuh.” Kemudian orang tersebut mengikuti perintah Abdullah
bin Mubarak, dan tidak lama pula, akhirnya penyakitnya sembuh. [35]
2/Prof Dr H
Biran punya pengalaman. Ia mempunyai seorang pasien yang kaya raya. Keluhannya
selalu merasa gelisah dan sakit perut. Sudah diperiksa secara medis, namun
tidak ada kelainan. Akhirnya pada suatu waktu ketika sang pasien itu datang
berkonsultasi lagi, Dr Biran bertanya: “Maaf pak, berapa kali bapak bersedekah
dalam setiap minggu?” Mendapat pertanyaan yang tidak lajim ini sang pasien
merasa bingung dan menjawab: “Kekayaan, saya peroleh dengan kerja keras dan
susah payah. Kalau saya berikan pada orang lain, harta saya jelas akan
berkurang. Dan kalau saya berikan pada satu orang, pasti peminta yang lain
datang lagi.’
Setelah Dr
Biran memberikan ” tausiah ” singkatnya mengenai fadhilah sedekah maka ia
berkata: “Untuk kali ini saya tidak memberi resep, tapi coba bapak ikuti
nasehat saya tadi.” Karena ingin sembuh, maka walaupun dengan hati berat karena
belum terbiasa, si pasien itu mencoba mengikuti advis sang dokter. Aneh tapi
nyata. Setiap selesai ia mengeluarkan sedekah, ada perasaan lega dan tenteram
dalam hatinya. Pelan-pelan tapi pasti, maka bukan setiap minggu tapi setiap
hari dia bersedekah. Sejalan dengan kebiasaan barunya itu, maka keluhannya kian
berkurang akhirnya lenyap sama sekali .
3/Dua orang
anak Rudi Hartono, maestreo bulu tangkis dunia, menderita lumpuh. Sudah
berulang-ulang membawanya berobat kepada para medis kenamaan di Jakarta, namun
tidak kunjung sembuh. Atas advis seorang ahli agama, Juara All England delapan
kali ini, dianjurkan untuk sering menderma atau membantu para fakir miskin dan
mereka yang memerlukan. Saran ini ia turuti. Sejak saat itu setiap bulan ia
menyumbang dua setengah juta rupiah. Diluar dugaan, kedua anaknya sembuh total.
[36] Bersambung ….
* Makalah ini dipresentasikan di dalam acara Paket
Kuliah Kilat Ramadlan 1427 H PCIM , Kairo Mesir pada tanggal 7 Ramadlan 1427 (
30 / 9/ 2006 ) .
[1] Lihat Steven J. Stein dan Howard E. Book, The EQ
Edge : Emotional Intelligence and Your Success ( Ledakan EQ : 15 Prinsip
Dasar kecerdasan emosional meraih ukses) . cet . Kaifa, hlm : 160-161 Ary
Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spriritual,
cet. Arga, hlm ; 88-91
[2] Lihat Steven J. Stein dan Howard E. Book, The EQ
Edge : Emotional Intelligence and Your Success hlm : 154
[3] Qurtubi, Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an ( Beirut
, Dar Al Kutub Ilmiyah, 1417 H- 1996M cet. Ke- V ) : 4/ 86
[4] Ibnu Hajar Al Asqalany, Al Ujab fi Bayan Al Asbab
( Damam, Dar Ibnu Jauzi, 1997) : 2/ 714
[5] Ibnu Arabi, Ahkam Al Qur’an : 1/ 368, Al
Jashos, Ahkam Al Qur’an (
Beirut, Dar Ihya’ Turast Al Araby , 1405 H ) : 2/ 300
[6] Qurtubi, Al Jami’ li Akam Al Qur’an : 4/ 133
[7] Al Jashos, Ahkam Al Qur’an : 2/ 301
[8] Al Alusy, Ruh Al Ma’ani : 3/ 222
[9] Ibnu Arabi, Ahkam Al Qur’an : 1/ 368, pendapat
ini juga didukung oleh Imam Qurtubi ( Al Jami’ li Akam Al Qur’an : 4/
133) , Ibnu Hajar ( Fathu Al Bari : 3/ 396 ) , Al Alusy ( Ruh Al
Ma’ani : 3/ 223) , Al Jashos, ( Ahkam Al Qur’an : 2/ 301 )
[10] HR Muslim, Kitab : zakat, Bab : Bahwa kata ‘ Sedekah
“ mencakup seluruh perbuatan baik ( no : 1005 )
[11] lihat An Nawi, Syareh Shohih Muslim, cet . Dar
Al Hadist : 4/ 101
[12] lihat An Nawi, Syareh Shohih Muslim, cet . Dar
Al Hadist : 4/ 101
[14] lihat An Nawi, Syareh Shohih Muslim, cet . Dar
Al Hadist : 4/101- 102
[15] Sepuluh macam sedekah di atas tersebut di dalam
Shohih Muslim Kitab : Zakat, Bab : Bahwa kata ‘ Sedekah “ mencakup seluruh
perbuatan baik ( dari no : 1006- 1009 )
[16] Lihat Qurtubi, Al Jami’ li Akam Al Qur’an : 4/
132
[17]
Para ulama berselisih pendapat tentang namanya yang paling tepat, apakah ( Bairuha
atau Bairaha atau Bariha atau yang lain-lainnya ) ( lihat An
Nawi, Syareh Shohih Muslim, cet . Dar Al Hadist : 4/ 94 )
[18] Kata: ( Bakhin-bakhin/ bakhi-bakhi / bakh-bakh )
biasanya diucapkan orang-orang Arab ketika memuji suatu perbuatan atau ketika
kagum terhadap sesuatu. ( lihat An Nawi, Syareh Shohih Muslim, : 4/ 95)
[19] Hadits riwayat Bukahri, Bab : Zakat terahap sanak
saudara. ( no : 1461 ) dan Muslim , Bab Zakat ( no : 42 )
[20] Ibnu Arabi, Ahkam Al Qur’an : 1/ 368
[21] Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al Adhim : 1/
506
[22] Lihat Qurtubi, Al Jami’ li Akam Al Qur’an : 4/
133
[23] Ini sebagaimana yang dalam hadist tentang definisi
miskin : “ Seorang miskin bukanlah orang yang hanya makan satu atau dua suap
makanan, atau satu atau dua buah kurma, akan tetapi orang miskin adalah orang
yang tidak mempunyai uang sama sekali dan tidak diketahui keadaannya, sehingga
ia diberi sedekah “ Berkata Al Jashos : Hadist ini ingin menerangkan orang
miskin yang sempurna, dan bukan berarti selain itu tidak boleh disebut miskin (
Al Jashos, Ahkam Al Qur’an : 2/ 3001 )
[24] Para pengamen jalanan yang tergabung dalam Pengamen
Stovia Community, menyumbang uang sejumlah Rp 746.200 yang murni dari dari
hasil mengamen untuk korban tsunami Aceh dan Sumut . Mereka mengamen pada malam
Tahun Baru selama sekitar empat jam di sekitar Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat.
Begitu juga seorang pembantu rumah tangga dan seorang baby sitter masing-masing
menyerahkan Rp 50.000 gajinya untuk disumbangkan para korban tsunami (Kompas
, 06 Januari 2005 ) Begitu juga yang dilakukan oleh seorang ( Djarot )
pengamen di Ciledug, Tangerang, Banten. Ia menyumbangkan uang senilai hampir Rp
9 juta kepada korban gempa di Desa Muker, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten,
Jateng, Selain itu Djarot juga menghibur para pengungsi dengan mengajak
bernyanyi bersama dengan lagu ciptaannya sendiri. Uang bernilai hampir Rp 9
juta diperoleh Djarot dengan cara mengamen di bus patas AC 44 tujuan
Ciledug-Senen selama sepekan. (http://www.liputan6.com/view/7,124630,1,0,1150639203
)
[25] Al Alusy, Ruh Al Ma’ani : 3/ 223
[26] lihat Abu Dzar Al Qolmuni, Al Toyyibat mi Al Rizqi
( Kairo ; Maktabah Taufiqiyah , t.t.) hlm : 96-97
[27] Jika saudara tersebut tidak membutuhkan, sebaiknya
sedekahnya dialihkan kepada yang lebih membutuhkan. Karena dikawatikan tidak
mengena sasarannya, sehingga pahalanya menjadi hilang, atau tidak diterima oleh
Allah swt.
[28] HR Bukhari , Kitab : Zakat, Bab : Zakat terhadap
suami dan anak yatim yang tinggal dirumahnya ( no : 1466 ) , HR Muslim, Kitab :
Zakat, Bab : Keutamaan Nafakah dan sedekah kepada sanak saudara , ( no : 1000 )
[29] Ibnu Hajar, Fath Al Bari : 3/ 402 -403
[30] Pendapat ini dianut oleh Muhammad bin Hasan dan Abu
Yusuf dari Madzhab Hanafi, dan merupakan salah satu riwayat dari Madzhab Malik,
ini juga merupakan pendapat Imam Syafi’I, dan riwayat dari Madzhab Imam Ahmad.
( lihat Ibnu Hajar, Fath Al Bari : 3/ 402 )
[31] Ibnu Hajar, Fath Al Bari : 3/ 403
[32] An Nawi, Syareh Shohih Muslim : 4/ 95
[33] Al Qurtuby, Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an , : 3/
214
[34] Hadist ini adalah hadist hasan, sebagaimana diebutkan
Syekh Al Bani di dalam Shohih Al Jami’
[35] Kisah ini tercantum di dalam Shohih Targhib wa
Tarhib.
[36] Oleh Uti Konsen U.M, Sedekah Penangkal Bencana
dalam Pontianak Post, Jumat, 22 Juli 2005 .